Sekarang berita2 lagi memperdebatkan masalah PUYER nih, banyak yang mempermasalahkan PUYER itu g bagus padahal biasa nya kita ke dokter anak yang dicari puyer ya karena cepat sembuh nya.
Peneliti Anak menyebutkan bahwa anak sakit akan sembuh dengan sendirinya jika stamina nya baik jadi kalo seandainya kita para orang tua ke dokter hanya perlu konsultasi saja tidak perlu mengharuskan menukar konsultasi itu dengan resep atau bisa dengan meminumkan obat yang dijual bebas tanpa resep dokter (sirup). Apa bunda2 ada yang pro dan kontra tentang PUYER, obrolin yukk jangan sampai anak2 kita ntar menderita.
Salam,
dd
Hi mom....
Sebenarnya Topik ini sudah lama di bicarakan, saat ini kembali di publikasikan.
berikut saya dapat dari Milis tetangga ....
semoga dapat bermanfaat, dan kita bisa lebih selektif dalam menyikapi setiap penyakit yg diderita.
salam manis & salam sehat,
Nenni/bunda Zahwa
------------------------------------------------------------
Say NO to Puyer!!May 5, '08 10:20 AM
for everyone ngambil dari : http://sisiliapa. multiply. com/journal/ item/160/ Say_NO_to_ Puyer
Sabtu kemarin, tanggal 3 Mei 2008, aku ikut seminar kesehatan, dengan tema : Seminar dan Diskusi Pakar : Puyer,
Quo Vadis? Sepintas, nggak ada yang aneh sama judulnya.. kelihatannya cuma 'oohh tentang puyer'. Siapa sih nggak kenal puyer? Dari jaman kita masih kecil, sampe sekarang kita punya anak, dokter kan sering meresepkan puyer buat kita. Jadi, kenapa musti dibuat seminar khusus??
Menilik para pembicara... hmmm...
1. Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudi, Sp.FK
(Departemen Farmakologi FKUI)
2. Dra. Ida Z. Hafiz, Apt. Msi (Departemen Farmasi FKUI)
3. Dr. Moh Shahjahan (WHO)
4. dr, Purnama wati S. Pujiarto, Sp.A(K), MMPed (Yayasan Orang Tua Peduli)
Kemudian ada diskusi yang diikuti para panelis dari YLKI, IDI Jakarta, Pembicara, Majelis Kode Etik Kedokteran,
Dirjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes.
Jelas ini seminar penting. Pesertanya lumayan banyak, ada dari mahasiswa FKUI, dokter2, apoteker2, dan juga masyarakat
awam. Pesertanya sekitar 300 orang. Makin penasaran, hal yang begitu biasa, diseminarkan, dengan dihadiri para ahli??
Dari seminar ini, aku lumayan terhenyak dengan penjelasan dari Prof Rianto. Sebenernya aku udah tau sih, puyer itu polifarmasi, yang akan meningkatkan efek samping obat, yang dosisnya jadi nggak jelas, yang meningkatkan risiko interaksi obat, de el el. Tapi
penjelasan Prof Rianto lebih membuka mata terhadap risiko puyer yang nggak main-main. Apa aja sih risiko pemberian puyer itu :
1. Menurunnya kestabilan obat - kenapa?
karena obat-obatan yang dicampur tersebut punya kemungkinan berinteraksi satu sama lain.
2. Bisa jadi obatnya sudah rusak sebelum mencapai sasaran krn proses penggerusan. Ada obat yang sedemikian rupa dibuat, karena obat tersebut akan hancur oleh asam lambung. Karena mis alnya, obat itu ditujukan untuk infeksi saluran pernapasan atas, maka obat tersebut harus dibuat sehingga terlindung dari asam lambung. Nah, kalo digerus jadi puyer, ya obat itu akan segera hancur kena asam lambung. Lebih buruk, obat itu bisa jadi malah akan melukai lambung.
3. Dosis yang berlebihan - dokter kan nggak mungkin apal sama setiap merek obat. Jadi akan ada kemungkinan dokter meresepkan 2 merek obat yang berbeda, namun kandungan aktifnya sama.
4. Sulitnya mendeteksi obat mana yang menimbulkan efek samping - karena berbagai obat digerus jadi satu (Prof Rianto menyebutkan, ada dokter yang meresepkan sampai 57 obat dalam 1 puyer!!!), dan terjadi reaksi efek samping terhadap pasien, akan sulit untuk melacak obat mana yang menimbulkan reaksi, lha wong obatnya dicampur semua...
5. Kesalahan dalam peracikan obat - bisa jadi tulisan dokter bisa jadi nggak kebaca sama apoteker, sehingga bisa membuat salah peracikan (Prof Rianto mencontohkan pasien asma diberi obat diabetes karena apoteker salah baca tulisan dokter. Alhasil pasien seketika pingsan, dan saat sadar, fungsi otaknya sudah tidak bisa kembali seperti semula).
6. Pembuatan puyer dengan cara digerus atau diblender, sehingga akan ada sisa obat yg menempel di alatnya. Berarti, puyer yang diberikan ke pasien, dosisnya sudah berubah - jadi.. kalo yang diresepin itu AB, tetep akan ada kemungkinan resistensi dong ya, kan dosisnya udah di bawah dari yang diresepin dokter?
8. Proses pembuatan obat itu kan harus steril, istilahnya harus dibuat
dalam ruangan yang jumlah kumannya sudah disterilkan (istilah kerennya clean room) - lha waktu proses pembuatan puyer di apotek... hmmm di dalem clean room kah? Apotekernya pake sarung tangan kah? Sisa obat lain yang sebelumnya digerus, sudah dibersihkan dengan benarkah? Kalo itu semua jawabannya
tidak (atau salah satu aja jawabannya tidak), means, obat yang digerus sudah tercemar.
Yang paling mengerikan : ada obat yang sengaja dibuat slow release,
artinya dalam 1 tablet yang diminum, itu akan larut sedikit demi sedikit di dalam tubuh. Kalo sudah digerus jadi puyer, obat itu akan seketika larut. Kebayang kan , berarti akan ada efek dumping... mampukah tubuh kita menahan efek itu? Sementara, yang biasa dikasih puyer kan bayi dan anak-anak...
mampukah tubuh kecil mereka menahan efek ini..??
Lebih terhenyak lagi, saat Dr. Moh Shahjahan dari WHO menceritakan bawa untuk Asian Region, cuma Indonesia yang masih
pake puyer. Even Bangladesh , yang mis kin itu, sudah lama meninggalkan puyer, karena dinilai terlalu banyak risk nya ketimbang benefitnya.
Sayang, dari seminar tersebut, para dokter sendiri masih pro dan kontra mengenai puyer. Kebanyakan yang pro puyer, hanya menyoroti soal murah dan mudah ( kan pasien kecil susah minum obat)... tapi kalo sudah membahayakan jiwa... masihkah bisa berlindung di balik alasan2 tersebut??
So far, yang bisa dilakukan hanyalah menyadari konsumen yang bijak. Bukan dokter yang akan menanggung efek sampingnya.. .
tapi anak-anak kita.. jadi bijaklah dalam memutuskan apapun yang harus diminum oleh anak...
dr. Purnama wati menyarankan:
1. tanya diagnosa dalam bahasa medis,
setiap kali kita berkunjung ke dokter (ternyata radang tenggorokan itu bukan diagnosa, tapi gejala... hiks..), supaya kita bisa browsing di internet mengenai penyakit tersebut
2. tiap kali diberi obat (atau resep) tanyakan nama obatnya, kegunaan obat tersebut, dan efek sampingnya. Usahakan,
sebelum ditebus, browsing dulu di internet, supaya kita benar2 tahu apa kandungan aktif dari obat tersebut dan apa efek sampingnya.
Selama kita masih bisa ke dokter, dan dokter masih sempet nulis resep, artinya keadaan belum emergency. Jadi sempatkan untuk browsing dan/atau cari 2nd opinion. Kalo keadaan emergency, pasti dokter gak akan nulis resep, tapi akan segera merujuk ke RS, bukan?
Soal obat, aku punya pengalaman, dikasih obat penahan rasa sakit sama dokter (saat itu aku menderita abses peritonsillar
- di dokter ke 3 baru berhasil dapetin diagnosa ini, 2 dokter sebelumnya cuma bilang radang tenggorokan) , yang ternyata efek sampingnya : penurunan kesadaran, halusinasi, pendarahan lambung... Jadi, ndak usah ditebus aja lah... masih bisa kok nahan sakit sebentar lagi.
Semoga, berawal dari seminar ini, dunia kesehatan Indonesia bisa lebih berbenah diri, demi anak-anak Indonesia .
Dr Purnawati (dr Wati biasanya pengikutnya kita sebut WFC alias wati fans club) tlh keluarkan buku dan aktif di millis sehat, sdh banyak ibu2 yg akhirnya jadi pintar dan bijak dlm menangani kesehatan anak.
Yg mo ikutan seminarnya yg dinamakan PESAT..saat ini sdg berlangsung di depok.
Ini millisnya…
==========================================================================
> " SEHAT mailing list is supported by Hewlett-Packard StorageWorks
> Division. SEHAT Internet Access & Website are supported by CBN Net "
>
> Please visit also our website at :
> http://www.sehatgroup.web.id/
> ==========================================================================
Thanks infonya, wowo betapa dokter2 kita belum bijaksana ya, rasanya sakit hati banget liat bayi2 kecil kita dipakai untuk bahan percobaan gt. Tapi syukur deh puyer yg dari bidan waktu imunisasi campak kemaren belum (dan jangan sampai) tak kasih ke anakku, toh dia jg ga panas ini.
Sekali lagi thanks pencerahannya.
saya gak pernah mau kalau dikasih puyer. Kebetulan ketemu DSA yang anti puyer dan sangat RUM. Alhamdulillah sejak mau ikuti nasehat DSA tsb untuk seminimal mungkin memberikan obat untuk anak, saya tidak tertalu panik dan bingung lagi menghadapi anak yang sakit(demam, batuk,pilek). Yang penting mesti sabar menghadapi anak yang sakit yang pastinya rewel.