Aku seorang ibu dengan 2 orang anak laki2. Anakku yg pertama berumur 4 tahun,sedangkan yg ke 2 berumur 15 bulan. Aku melewati hari2 ku dirumah mertua yg aku anggap sangat egois. Semua ibu tahu betapa repotnya mengasuh balita umur 15 bulan yg baru bisa berjalan.



Sebenarnya perasaan ini ada dari anakku yg pertama lahir hanya aku cuma bisa menerima tanpa berbuat apa2. Karena dalam hatiku berharap mertuaku berubah seiring jalannya waktu dengan kebersamaan bersama cucunya. Namun ternyata semua hanya impian.



Cerita berawal dari keinginan kedua mertuaku jalan2 ke Malaysia mengunjungi sanaknya disana. Bukan aku cemburu mereka jalan2, tetapi seharusnya mereka paham akan kondisi dirumah saat ini yg sedang tidak ada pembantu. Masa' aku mau ditinggal hanya bertiga dengan anak2ku dirumah sebesar ini. Bukan karena aku takut hantu atau sejenisnya cuma yg aku takutkan betapa repotnya aku mengurus 2 anak dan rumah serta isinya tanpa ada yg membantu. Pernah suatu ketika anakku ku tinggal mencuci piring, eh gak taunya si kecil yg baru bisa berjalan sudah naik kelantai 2. Bagaimana aku tidak shock melihat itu, bagaimana jika anakku jatuh.



Malamnya aku menceritakan kejadian itu pada suamiku, dan dia hanya berkata agar aku lebih hati2 lagi. tetapi yg tidak habis aku mengerti mengapa mertuaku bisa punya uang untuk jalan2 sedangkan untuk  beli beras dan semua kebutuhan rumah ini suamiku yg menanggung, sampai2 anakku yg pertama harus diundur bersekolah karena kehabisan uang. Dimana hati nurani kedua  mertua ku itu.



Kadang kalau aku sudah habis kesabaran dengan tingkah laku mertuaku, anakku yg jadi pelampiasan. Seperti contoh waktu mertuaku nyuruh aku mendaftarkan anakku yg pertama ke TK ternama dikota ini yg biaya masuknya 4 juta rupiah dan sppnya 400 rb rp.Aku sudah mengatakan kl suami tidak mampu untuk menyekolahkan disitu tetapi memang dasar mertuaku sok, setiap hari aku dinasihati kl buat anak itu carilah yg terbaik bukan yg termurah.Hatiku kesal setiap mendengar mertuaku berkata itu, kadang dengan nada agak sinis aku berkata bukan tidak mau memberi yg terbaik tetapi tidak mampu karena semua kebutuhan suamiku yg tanggung,mertuaku mendengar perkataanku hanya terdiam tanpa berfikir membantu.Saking kesalnya setiap hari dinasihati, anakku yg pertama ketika membuat masalah kecil dimataku seolah2 jd kesalahan besar dan membuatku marah sekali. Aku sadar tidak baik melampiaskan pada anak, akupun berjanji tidak akan melampiaskan rasa kesalku lagi. Namun selama aku masih tinggal seatap dengan mertuaku aku harus benar2 menebalkan telinga dan membulatkan tekad untuk tetap memberikan yg terbaik namun masih dalam batas kemampuan,tidak peduli kata2 mertuaku yg hanya menyuruh2 tanpa memberikan andil sama sekali.