
                                        					Menjadi orangtua baru membuat banyak hal yag harus dipelajari. Salah satunya adalah dalam menerapkan gaya asuh. Penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan antara pola atau gaya asuh dengan karakter yang dikembangkan anak. Padahal, semua orangtua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang berkarakter baik dan penuh empati terhadap orang lain. Namun dalam kenyataannya, banyak juga orangtua yang terlalu disiplin dan menggunakan hukuman keras dalam mendidik anak. Sehingga, lambat laun hubungan orangtua-anak menjadi kurang mesra dan karakter anak pun tidak menjadi lebih baik karenanya. 
Penelitian  yang beberapa tahun lalu dilakukan menunjukkan bahwa para ibu yang terlalu  keras dapat memengaruhi kemampuan anak-anak mereka dalam menunjukkan empati.
   
  "Hasil  penelitian ini secara jelas menunjukkan bahwa ibu yang menerapkan disiplin dan  sistem hukuman yang berlebihan, yang tidak berusaha berkomunikasi, memberikan  penjelasan, pengertian dan menerapkan peraturan-peraturan yang konsisten, dan  yang secara keterlaluan memarahi anak-anak mereka ataupun menunjukkan  kekecewaan mereka terhadap si anak cenderung menghalangi perkembangan prasosial  si anak,” demikian ditulis Dr. Paul D. Hastings, dari National Institute of  Mental Health.
   
  Penelitian  yang hanya memfokuskan diri pada gaya  orang tua mengasuh anaknya tersebut menyimpulkan bahwa anak-anak mengartikan  perilaku keras tersebut sebagai tidak adanya kasih sayang dari orang tua  mereka. Kebalikannya, para ibu yang hangat, yang menggunakan penjelasan dan  tidak mengandalkan hukuman keras dalam mendisiplinkan anak-anak, cenderung  menumbuhkan rasa empati dalam diri anak-anak mereka. Penelitian lebih lanjut  diperlukan untuk melihat bagaimana gaya  asuh ayah memengaruhi kepedulian anak kepada sesama.
   
  Hasil  penelitian yang diterbitkan pada jurnal Developmental Psychology itu  menjelaskan bahwa kelompok peneliti mengobservasi perkembangan tiga kelompok anak-anak  dengan tingkat agresivitas atau perilaku mengganggu yang berbeda-beda mulai  dari pra sekolah sampai sekolah dasar. Untuk mengukur kadar rasa empati, para  peneliti melihat bagaimana anak-anak tersebut bereaksi terhadap sandiwara di mana  seorang peneliti wanita atau ibu dari si anak mengalami kecelakaan kaki. Orang  dewasa yang mengalami kecelakaan meringis, mengekspresikan rasa sakitnya secara  verbal dan menggosok-gosok tempat yang sakit.
   
  Penelitian  menunjukkan bahwa pada usia pra sekolah (4-5 tahun), ketiga kelompok  menunjukkan tingkat kepedulian terhadap sesama yang sama. Namun, pada rentang  usia yang lebih tinggi, rasa empati anak-anak yang memiliki masalah perilaku  semakin berkurang. Pada usia pra sekolah, anak-anak yang agresif dan perusuh  menunjukkan rasa peduli yang sama dengan teman-teman mereka. Beberapa tahun  kemudian anak-anak dengan masalah perilaku menunjukkan kepedulian yang kurang  terhadap orang dewasa yang terluka. Pada usia mendekati 7 tahun, mayoritas dari  anak-anak bermasalah ini telah kehilangan hampir seluruh dari rasa peduli  mereka. Lebih tragis lagi, anak-anak ini juga dideskripsikan sebagai pribadi  yang antisosial oleh guru mereka, dan diri mereka sendiri. Anak-anak yang  disebut agresif menunjukkan ketidakpedulian mereka terhadap sesama melalui  kemarahan, kekerasan, dan menertawakan ketidakberuntungan orang lain, khususnya  terhadap ibu mereka.
   
  Para  peneliti mengatakan bahwa respons ini adalah reaksi terhadap gaya asuh ibu-ibu mereka. "Anak-anak  laki-laki tersebut cenderung mengalami kesakitan secara emosional dan,  kemungkinan, fisik, dalam hubungan mereka dengan ibu mereka," demikian Hastings menulis. "Kemarahan  mereka dan ketidakacuhan mereka pada saat ibu mereka membutuhkan pertolongan  kemungkinan merupakan usaha mereka untuk memberikan jarak atau mengurangi rasa  sakit yang mereka rasakan dalam interaksi dengan ibu mereka."
   
  Para peneliti memerhatikan bahwa anak-anak usia pra  sekolah dengan masalah perilaku, berkurang sikap agresifnya jika mereka  diajarkan untuk peduli terhadap sesama. Menanamkan rasa kepedulian kepada  anak-anak adalah cara yang baik untuk menghilangkan masalah perilaku pada anak-anak  yang cenderung agresif atau perusuh pada usia dini, demikian para peneliti  menyimpulkan. Untungnya, sebagai ibu baru, Anda sudah bisa memulainya sejak  buah hati Anda masih bayi, sehingga ia akan menjadi anak yang penuh empati kala  besar nanti.