SITE STATUS
Jumlah Member :
253.400 member
user online :
3131 member
pageview's per day :
Over 100.000(!) page views
Kalkulator kesuburan
Masukan tanggal hari pertama bunda mengalami menstruasi

Kegiatan Makan Sebagai Pengalaman Belajar

   

Kegiatan Makan Sebagai Pengalaman Belajar



Kegiatan makan, bagi sebagian bunda, kadang-kadang menuntut banyak pengorbanan. Boleh jadi ada teriakan dan jeritan yang terlontar, diselingi air mata yang tumpah, karena anak tak mau makan. Tidak heran kalau saat makan menjadi kegiatan yang meletihkan dan menguras energi.

Memang, seorang ibu diharapkan untuk senantiasa sabar, terutama karena kegiatan makan bukan hanya membuat anak tercukup kebutuhan gizinya, namun kegiatan tersebut juga dapat dijadikan pengalaman belajar bagi anak balita.

Pada saat anak mulai bicara, kegiatan makan dapat dijadikan sarana bagi ibu untuk mengajarkan konsep rasa, ekspresi rasa, konsep warna, konsep tekstur, konsep jumlah, dan konsep ukuran. Kesabaran ibu melakukan kegiatan ini dapat mempermudah proses makan serta memperkaya wawasan pengetahuan balita.

Inilah konsep yang diadopsi sebagai pengembangan dari konsep yang diperkenalkan oleh Feurstine dan Pnina Klein pada tahun 1983 dan disebut sebagai konsep Mediated Learning Experiences (MLE). Kedua ahli perkembangan anak itu menegaskan bahwa terjadinya proses belajar diperlukan mediator atau perantara antara anak dengan lingkungannya. Dalam hal kegiatan makan, ibu atau pengasuh bertindak sebagai mediator untuk memperkenalkan berbagai konsep dan fakta yang ditemui anak di dalam lingkungan kehidupannya. MLE ini juga dapat diterapkan ketika kegiatan makan berlangsung. Contohnya adalah ketika memberi makan, ibu dapat memberi informasi mengenai apa yang dimakan, bagaimana rasanya, apa warnanya, berapa jumlahnya, dan sebagainya.

Teknik memberi makan dengan konsep MLE dapat dilakukan dalam 5 tahap, yaitu:
  1. Membangkitkan perhatian dan keinginan anak untuk bereaksi
    Ibu mengajak anak makan dan memberi tanda bahwa waktu makan telah tiba. Untuk menarik perhatian anak, ibu menggunakan ekspresi verbal dan nonverbal, untuk mengaktifkan penginderaan anak. Misalnya, sambil mengatakan, �Yuk, makan � Bau sosisnya sedap banget, yaaa �� (supaya anak mencium bau makanan). Ibu lalu mengambil piring dan membiarkan anak memegang peralatan makan, makanannya, dan menirukan apa yang dikatakan ibu. Ibu juga menyebutkan nama makanan yang diberikan, rasanya, bentuknya, teksturnya, dan perkuat dengan ekspresi suara atau mimik. Ulangi hal ini beberapa kali.
  2. Memberikan makna yang sifatnya afektif terhadap pengalaman
    Menyebutkan nama makanan berikut atribut yang menyertainya. Misalnya, �Sayang makan nasi, ya. Enak nih nasinya anget. Mau pake sosis? Kayak bunga, ya, sosisnya? Warna apa sosisnya. O iya, merah � �
  3. Menggiring anak berpikir ke masa depan dengan melihat kaitannya dengan masa kini dan masa lalu atau melihat hubungan sebab akibat
    Untuk membuat anak mampu melihat kaitan dari apa yang dilakukan saat ini dengan kondisi yang akan terjadi di masa datang adalah membiasakan si kecil melihat hubungan sebab akibat. Misalnya, �Sayang, mamamnya pake sayur, ya. Ini ada bayamnya. Biar sehat, biar nanti nggak gampang sakit kalau senang makan sayur.�
  4. Memberikan pujian dan membangkitkan rasa percaya diri dan kompeten pada anak
    Kalau anak makan dengan benar, ibu juga tidak pelit dengan pujian. Misalnya, bila ia telah menghabiskan satu sendok makanan, langsung saja ibu memuji tentang kepandaiannya itu. Apalagi bila makanan bisa dihabiskan dengan rapi, tanpa ada remah-remah. �Pinter banget deh sayangnya Mama, makannya habis, mejanya bersih. Nggak ada yang tumpah karena makannya hati-hati ��
  5. Membiasakan anak merencanakan semua kegiatan yang hendak diambil, memperlihatkan bahwa semua tindakan mempunyai pola
    Dalam mempersiapkan kegiatan makan, anak hendaknya juga dilibatkan, misalnya ketika mencuci tangan, menyiapkan makanan, sambil bercerita tentang apa yang sedang dilakukan ibu, sampai membereskan meja setelah kegiatan makan usai. Hal ini dilakukan berkali-kali, supaya membentuk kebiasaan dan pola makan yang sehat. Agar proses pembelajaran menjadi lebih mudah dan situasi menyenangkan, ibu sebaiknya juga mengadakan kontak mata dengan balita. Selain itu, bunda disarankan untuk memiliki rasa empati, mau memberikan kesempatan pada buah hati untuk berbicara, mencoba berbagi perasaan yang menyenangkan, serta mengikuti apa yang menjadi inisitif maupun respons anak. Interaksi ibu atau anak yang intensif saat pemberian makan ini bisa dijadikan sarana untk meningkatkan kemampuan kognitif anak. Bagaimana halnya bila ibu tidak sempat menyuapi sendiri si anak? Sebenarnya, pengasuh pun dapat berperan menjadi mediator. Tentu, sudah menjadi tugas ibu untuk mendelegasikan peran ini agar pengasuh dapat bertindak sebagai mediator yang baik agar anak memahami kehidupannya, mengajarkan untuk bersikap empati dan giat mengajak anak mengobrol, dan bersikap selayaknya orang dewasa yang mengajari anak dengan sabar.
Tolong beritahu kami apa pendapat Anda tentang artikel ini


Jika Anda tidak melihat kotak komentar silahkan refresh halaman