SITE STATUS
Jumlah Member :
253.400 member
user online :
3322 member
pageview's per day :
Over 100.000(!) page views
Kalkulator kesuburan
Masukan tanggal hari pertama bunda mengalami menstruasi

Balita

Kesalahan mama/bunda dalam mendidik anak

New Topic :  
26-01-2009 01:42:23 ke: 1
Jumlah Posts : 13
Jumlah di-Like : belum ada like
Assalamualaikum Mama/Bunda,   Saya pengen sharing tentang pengalaman kesalahan saya dalam mendidik anak, nih. Banyak sekali, sih, tapi yang paling saya rasakan saat ini adalah kebiasaan perfeksionis saya yang ternyata membuat depresi anak. Saya telah mengajari anak sulung saya tentang benar dan salah, sopan dan kurang ajar, beberapa manner penting. Semua demi anak. Mungkin sampai saat ini pun saya tidak akan pernah tahu jika tidak melihat tayangan Nanny 911 di metro TV edisi sabtu 24 januari kemarin. Di situ diceritakan tentang ibu perfeksionis yang (berhasil) membuat Madison, putri 7 tahunnya menjadi bad manner dan sering tantrum karena menjadi miss perfect. Saya merasa sedih, dan kaget sekali, ternyata seperti itulah yang dirasakan sulung saya. Saya baru tahu, ternyata kebiasaan Destin (4 tahun) marah karena hal sepele yang tidak sesuai keinginannya adalah kebiasaan yang dia ambil dari saya. Contoh kongkretnya sih, ketika membuat susu, harus berapa sendok, berapa banyak air, gelas yang mana, semua harus sesuai keinginan Destin. Bahkan berapa kali diaduk pun dapat menjadi masalah.  Pusing ..... Dan ternyata, sifat itu berasal dari kesalahan saya dalam cara mendidik. Maaf, nih, Bunds, bukan saya mengatakan jangan ajari anak sopan santun, atau yang lain, tapi jangan menuntut kesempurnaan dari anak. Terima saja dia apa adanya. Seperti yang selalu saya katakan pada Destin, "SEMUA ADA WAKTUNYA SEMUA ADA CARANYA. Bagaimana, bunds, punya pengalaman (baca = kesalahan) lain? Silahkan tulis, ya. Terima kasih, lho....
   
27-01-2009 09:19:19 ke: 2

(0)

Jumlah Posts : 1391
Jumlah di-Like : belum ada like
Dear bunda zee...
  Apa yang bunda alami sama persis dengan apa yg saya alami. Saya baru menyadari setelah anak saya (Faris) berumur 3th. Sama seperti bunda zee, saya termasuk orang yg perfect dan mengajarkan kpd anak saya perfect juga.
  Sekarang akibatnya... faris menjadi anak yg cerewet. Contohnya... urutan saat mandi dan memakai baju tidak boleh salah, akibatnya jika dia dimandikan ayah atau neneknya, pasti akan terdengar teriakan2  protes faris bahwa itu salah ini salah. Dan setiap hari akan terdengar protes2 dari faris tentang semua yg tidak perfect. Dan akhirnya... faris tidak pernah puas jika dilayani oleh orang lain selain saya.  Akhirnya... faris pun jadi tidak akur dengan ayahnya,didekati ayahnyapun dia tidak mau.  Tapi kata ayahnya... "tidak herah klo sifat faris seperti itu, ada yg ditiru kok" benar bun... faris adalah CERMIN bagi saya.
  Tapi bun... saya sudah menyadari semua kesalahan saya. Sejak saya membaca kalimat dari bunda aila... " INGAT BUN... ANAK  KITA MASIH KECIL " Saya merasa sekarang belum terlambat untuk merubah cara mendidik anak kita. Sekarang saya mulai membebaskan faris berekspresi sesuai keinginannya. Saya juga mulai tidak memprotes apapun kesalahan faris, karena baru saya sadari betapa hal-hal itu sangat sepele dan wajar dilakukan anak kecil. Saya juga tidak terlalu overprotected lagi.
  Setuju dengan pendapat bunda "JANGAN MENUNTUT ANAK KITA MENJADI SEMPURNA... KARENA ANAK KITA MASIH KECIL" Kesalahan yang saya lakukan saat mendidik faris saya perbaiki saat mendidik adenya. Dan terlihat sangat jauh perbedaannya bun. Ayo bunda zee "KITA BERUBAH DEMI ANAK" mumpung anak2 masih kecil.
  Semoga kesalahan yg kami lakukan bisa menjadi pelajaran untuk bunda2 yg lain.   Salam... rista (bunda nailah dan faris)
   
27-01-2009 09:32:36 ke: 3
Jumlah Posts : 86
Jumlah di-Like : 1
Dear Bunda Zee.......   Wah, wah bunda sebenarnya tidak ada kata SALAH atau BENAR dalam kamus mendidik anak. Anak bagaikan kertas putih begitu mereka dilahirkan ke dunia ini . Didikan Ayah dan Bundanya-lah yang menjadikan mereka berwarna. Pola pembentukan kepribadian anak adalah tanggung jawab orang tua didukung oleh lingkungan fenotipnya.   Bagaimana orang tua mendidik buah hati juga tidak terlepas dari bagaimana dulu dia dididik oleh kedua orang tuanya. Semua bagaikan mata rantai yang tak pernah putus. Semua akan terulang dari generasi ke generasi.   Keliatannya rumit ya, anak2 dilahirkan dengan karakter yang sangat unik, saudara kandung bahkan kembar identikpun tentu membawa sifat dan karakter yang berbeda2. Nah, disinilah mungkun kita sebagai ortu harus jeli mencermatinya. So, pola pendidikan dasarnya sih sama namun bagaimana kita menyampaikannya, bagaimana kita menerapkannya kepada anak2 harus disesuaikan dengan sifat dan karakter mereka, agar pendidikan yg kita berikan benar2 tertanam dalam memorinya. Tidak ada yg merasa sakit hati, salah, terkekang, depresi, tidak nyaman. Biarkan semuanya easy going namun disiplin dan konsisten.   Orang tua tidak hanya sebagai "juru tulis", perannya bak seorang sutradara yang mengarahkan namun ingatlah kita hanya bertanggung jawab untuk mendidik, merawat, dan membesarkannya hingga mereka menjada generasi yang bermartabat, kita tidak memiliki jiwa mereka, jadi biarkanlah mereka berkembang sesuai dengan kompetensinya.   Semua di dunia yang tidak kekal ini tidak ada yang sempurna, menuntut kesempurnaan hanyalah akan membuat kita merasa semakin salah, semakin tidak berguna, semakin rendah diri, dan akibat lebih jauhnya kita tidak akan atau jarang bersyukur atas apa yang telah kita miliki.   Mudah2an pengalamanku dengan tiga putriku yang mempunyai karakter yang sangat unuk bisa sekedar untuk berbagi.   Salam hangat, bunda_aila (Luna, Maiza, Aileen)    
   
27-01-2009 10:37:31 ke: 4

(0)

Jumlah Posts : 1391
Jumlah di-Like : belum ada like
Dapat dari Milis sebelas nih... Mudah - mudahan jadi renungan bunda - bunda semua :   10 pesan Anak untuk Orang tua :   1, Tangan saya masih kecil, tolong jangan mengharapkan kesempurnaan setiap kali saya merapihkan tempat tidur, menggambar, atau melempar bola. Kaki saya masih pendek. Tolong perlambat agar saya bisa berjalan beriringan dengan ayah / bunda.   2. Mata saya belum melihat dunia seperti ayah / bunda lihat. Tolong kami menjelajahi nya secara aman. Jangan memberikan larangan yanga tak perlu.   3.   Selalu akan ada saja pekerjaan di dalam rumah tangga. Saya masih kecil dengan waktu yang begitu singkat. Tolong luangkan lebih banyak waktu untuk menjelaskan dunia yanga ajaib ini, dan lakukan secara tulus ikhlas.   4. Perasaan saya masih halus. Tolong sensitive terhadap kebutuhan – kebutuhan kami. Jangan memarahi saya sepanjang hari. Ayah / bunda pasti tak senang kalau d marahin karena ingin tahu. Perlakukan saya seperti ayah / bunda ingin d perlakukan.   5. Saya adalah yang hadiah istimewa dari Tuhan. Tolong perlakukan saya seperti harta berharga, berikan bimbingan untuk semua tindakan saya. Beri saya panduan tentang cara menjalani hidup dan mendisiplin saya dengan cara manis.   6.  Saya memerlukan dorongan dan pujian ayah / bunda untuk tumbuh. Tolong jangan cepat mencela. Ingat ayah / bunda dapat mengkritik hal – hal yang saya kerjakan tanpa mencela saya.   7. Tolong beri saya kebebasan untuk membuat keputusan – keputusan diri saya sendiri. Izin kan saya untuk gagal sehingga saya dapat belajar dari kesalahan – kesalahan saya. Lalu suatu hari, saya akan siap untuk membuat keputusan – keputusan yang di tuntut dari hidup saya.   8. Tolong jangan kerjakan segala nya untuk saya. Kadang, cara ini membuat saya merasa upaya saya tidak sesuai dengan harapan Ayah / Bunda. Saya tahu ini sulit, tapi tolong jangan membandingkan saya dengan saudara perempuan / laki – laki saya.   9. Tolong jangan takut untuk pergi berakhir pekan bersama. Anak – anak perlu libur tanpa orang tua, sama seperti orang tua libur tanpa anak – anak selain itu, berlibur hanya berdua adalah cara terbaik untuk menunjukan kepada kami,  anak – anak, bahwa perkawinan Ayah / Bunda sangat istimewa.   10.  Tolong ajak kami beribadah secara teratur, beri contoh yang baik untuk saya teladani.

salam manis,

Bunda Afni & Mirza

   
27-01-2009 14:46:50 ke: 5
Jumlah Posts : 46
Jumlah di-Like : belum ada like
Ini dapat postingan juga nih...moga bermanfaatan untuk kita para bunda...tulisan ini juga dah aku ketik dan aku pigura dan aku pasang di kamar kami agar kami selalu ingat gimana kami harus memperlakukan anak kami....   Perilaku anak cerminan orang tuan   Jika anak hidup dalam kritik, ia belajar mengutuk.
Jika anak hidup dalam kekerasan, ia belajar berkelahi.
Jika anak hidup dalam pembodohan, ia belajar jadi pemalu.
Jika anak hidup dalam rasa dipermalukan, ia belajar terus merasa bersalah.
Jika anak hidup dalam toleransi, ia belajar menjadi sabar.
Jika anak hidup dalam dorongan, ia belajar menjadi percaya diri.
Jika anak hidup dalam penghargaan, ia belajar mengapresiasi.
Jika anak hidup dalam rasa adil, ia belajar keadilan.
Jika anak hidup dalam rasa aman, ia belajar yakin.
Jika anak hidup dalam persetujuan, ia belajar menghargai diri sendiri.
Jika anak hidup dalam rasa diterima dan persahabatan, ia belajar mencari cinta di seluruh dunia.    
   
28-01-2009 14:05:19 ke: 6
Jumlah Posts : 13
Jumlah di-Like : belum ada like
  @ bunda nailah dan faris, bunda_aila, Bunda Afni & Mirza, dan bunda Tina: "bener, bunds, anak adalah cermin kita. Dan tdk ada yang sempurna. Anak unik sekali sampai-sampai anak kembarpun tidak memiliki sifat sama. Saya juga kembar, dan sifat saya berbeda sekali dgn ida, adik saya.
Tapi jangan bahas "kesalahan" itu sj, dong... Ada yang jg py pengalamn unik dan inspirational untuk kita yang di forum ini, kan?
Pengalaman mengasuh kita sedemikian lama dan berlangsung selamanya bg anak. pasti ada kesalahan-kesalan kecil yang kita lakukan?
Ada yang mau ikut sharing?
   
29-01-2009 21:13:12 ke: 7
Jumlah Posts : 13
Jumlah di-Like : belum ada like
Cerita baru lagi, ya...
Nih tentang Relaktasi. Dulu saya tidak pernah tahu apa itu Relaktasi. Jadi ketika Destin Bayi, berumur 6 bulan, saya bekerja menjadi marketing manager di sebuah perush exportir mebel. Demi mendapatkan buyer potensial, saya dan tim menemani buyer tersebut  selama 3 hari, dari pagi sampai jam 10 malam, keluar kota. Setiap hari berangkat pagi ke Jepara untuk ke luar kota dan balik lagi ke Jepara pada malam harinya. Menyusui menjadi kegiatan ke sekian. Dan Destin ngambek tidak mau ketemu apalagi minum ASI. Walhasil dia minum ASIP, deh. Tapi tidak lama karena malas sekali memerah susu. Sakit karena tidak terampil. Akhirnya Destin jadi anak sapi sejak umur 6 bulan. Sayang sekali. Beruntung sekarang saya sudah punya artikel tentang relaktasi dan dapat tetap menyusui Binbin meskipun pernah berhenti menyusui selama  5 hari karena puting lecet yang parah dan tidak sembuh selama hampir 1 bulan. Pengalaman pahit dan kesalahan ketika mengasuh Destin bayi tidak saya lakukan karena belajar dari kesalahan masa lalu. Intinya, sih, Bunds, tidak ada sekolah untuk mengasuh anak. semua dilakukan secara trial & error. Semua buku panduan belum tentu sesuai karena anak begitu unik. Bahkan dua buah hatiku pun harus menggunakan dua pendekatan, bukan satu.
 
   
31-01-2009 14:08:55 ke: 8
Jumlah Posts : 141
Jumlah di-Like : 1

DEAR ALL BUNDA...ini ada sedikit cerita dari sebuah milis...mungkin bisa jadi pelajaran buat saya juga bunda semuanya

Benarkah Cara Mendidik Anak Kita?

Apa kita pernah menerangkan, atau setidaknya, sambil santai  ngomong ke anak-anak, “Bapak kepingin kamu menjadi orang yang sukses”, atau, “Jadilah orang yang banyak berguna bagi agama dan bangsa.”

Jangan-jangan kita sebagai orangtua, selama menjalani kehidupan keluarga hanya menghabiskan waktu untuk mencari nafkah? Tidak ada waktu untuk mencoba bekomunikasi dengan anak-anak kita, memberikan semangat, memberikan pandangan tentang hidup yang bakal dihadapi.

“Kamu ingin jadi apa, Nak, nanti kalau sudah besar?”

Kata-kata seperti itu untuk anak-anak kita sangatlah menyejukkan bagi hati mereka. Bukan cuma bilang, “Kamu nggak boleh ini, itu, inu, dll.” Apakah kita ingin dalam waktu membesarkan anak-anak kita hidup seperti air mengalir?

Tiba-tiba anak kita sudah masuk SD.
Tiba-tiba masuk SMA.
Tiba-tiba sudah lulus kuliah.
Tiba-tiba sudah kawin.
Tiba-tiba kita sudah punya cucu.

Tiba-tiba nyawa kita sudah mau diambil malaikat.
Hidup kita ini sangatlah pendek, Kawan. Coba dibandingkan dengan umat-umat nabi yang terdahulu. Ada yang 500 tahun, 800 tahun, dll. Umur kita juga sangatlah terbatas untuk melihat anak kita tumbuh dan berkembang.

Ada teman saya yang orangtuanya tidak ada waktu untuk mengobrol enak dengan si anak. Orangtua sibuk banting tulang untuk membiayai hidup seluruh keluarga. Orangtua pulang sampai rumah sehabis Maghrib. Gara gara capek dan bete dengan masalah pekerjaan, di rumah kerjaannya maraaaaahhhhhhh terus. Kayak nggak ada benernya urusan di rumah.

Setiap hari hal ini yang terjadi. Mood-nya orangtua yang kecapekan kerja selalu tidak bagus. Kalau orangtua mood-nya lagi bagus, tapi si anak moodnya lagi jelek, orangtuanya menganggap si anak tidak hormat. Repot.

Ada juga cerita seorang teman yang orangtuanya tak pernah peduli dengan prestasi anaknya, sebagus apapun itu. Mereka tidak pernah memberi pujian apapun ke anaknya.
Awas, anak yang tidak pernah mendapat pujian di rumah, akan mencari pujian-pujian itu di luar.

Pernah dengar kisah nyata Ny. Ani yang membunuh ketiga anaknya sendiri?

Kalau belum akan coba saya ceritakan sedikit.

Ani adalah lulusan ITB Bandung dengan IPK hampir 4 (saya lupa 3,8 atau 3,9).
Keluarganya adalah keluarga yang ilmu agamanya kuat. Apa yang kurang dari dia?

Selama hidupnya, Ani TIDAK PERNAH SEKALIPUN DI PUJI OLEH IBUNYA. Apa pun yang dia buat, sehebat dan sebaik apapun tidak pernak dipuji atau dielem (bahasa Jawanya).

Dia belajar mati-mati untuk mendapat pujian dari ibunya, sehingga lulus ITB pun cum laude. Tapi apa kata ibunya? “Gitu aja, semua orang bisa.”

Karena di omongin begitu, setelah lulus kuliah Ani tidak kerja. Melanjutkan S2-nya di ITB lagi. Hasilnya? Lulus dengan IPK 4,0.

Apa kata ibunya? Sekali lagi, “Kalau segitu sih, biasa.”

Masya Allah. Ada ya ibu yang kayak gitu?

Setelah menikah, Ani dikaruniai tiga orang anak. Yang paling besar kalau tidak salah SD. Setelah itu TK. Dan yang paling kecil masih bayi.

Karena dia memang ditempa oleh orangtuanya dengan cara yang tidak tepat, sampailah cara itu pada alam bawah sadarnya. Cara Ani mendidik anak-anaknya persis seperti ibunya mendidik dia. Meskipun dia sering sadar kalau cara tersebut keliru.

Suatu ketika waktu dia berdiam diri di rumah sambil melamun, mulailah setan berbisik, “Sebelum ketiga anakmu menjadi korban si Ani (dirinya sendiri), seperti si Ani jadi korban ibunya, mumpung mereka belum besar, lebih baik anak-anakmu dibunuh saja. Daripada mereka tersiksa seperti si Ani sampai sekarang ini.”

Ani terpengaruh. Dia ingin membunuh ketiga buah hatinya. Percobaan pertama dipergoki oleh suaminya, sehingga gagal. Percobaan kedua dipergoki oleh pembantunya, gagal maning, gagal maning.

Hingga akhirnya yang ketiga. Waktu itu suaminya ada panggilan tugas ke luar kota yang tidak bisa ditinggalkan, pembantunya disuruh beli sesuatu di tempat jauh.

Ani mengawalinya dari anak yang paling lemah, yaitu anak bayinya. Anak ketiga itu dikasih makan sampai kenyang. Setelah kenyang, dibelai-belainya agar tertidur. Setelah tidur, Ani mengambil bantal seraya berkata, “Tunggu Ibu di surga ya anakku.” Dengan dingin, bantal dibenamkan menutupi wajah si bayi. Anak lucu itu pun tidak bergerak lagi.

Anak kedua pulang dari TK, sekitar jam 9. Disuruhnya anak itu cepat tidur, padahal belum waktunya untuk tidur. Dibelai-belai rambut sang anak sampai dia benar-benar tertidur. Setelah itu prosedurnya sama persis dengan yang dilakukan pada sang bayi. Meninggallah anak kedua.

Prosedur sama juga diterapkan untuk si sulung.

Dan akhirnya terbongkarlah pebuatan Ani.

Untung bagi Ani, waktu polisi menanyai si suami apakah dia mau menuntut istrinya, dia menggeleng. Karena pria itu benar-benar tahu keadaan Ani.

Kesimpulannya, janganlah anak-anak kita menjadi Ani-Ani yang lain. Perlakukanlah mereka dengan lembut, ajarilah mereka tentang kebaikan, tentang tujuan hidup. Jangan hanya main perintah saja.

Jangan sampai pula seperti cerita salah seorang teman saya yang orangtuanya sering mengatakan tanpa sadar, “Mestinya aku ngajari kamu dari kecil, sekarang sudah terlambat.”

   
01-02-2009 19:34:29 ke: 9
Jumlah Posts : 59
Jumlah di-Like : 2
Masya Allah... merinding bulu kuduk membacanya teh. Ooooo.. begitu cerita aslinya yah.. Selama ini aq dapet simpang siur aja. Teu aya nu puguh.. Jadi termotivasi untuk membenahi diri dalam mengasuh anak2 nih. Mumpung masih baby. Thx untuk bunda2 yang lain yah. Tulisannya manfaat sekali. Oiya, dah tau belum bahwa permainan MANDI BOLA ternyata bahaya loh. Mau tahu info selengkapnya, klik di sini.  
   
02-02-2009 18:16:27 ke: 10

(0)

Jumlah Posts : 1391
Jumlah di-Like : belum ada like
Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Maka, kita sebagai orang tua bertanggung jawab terhadap amanah ini. Tidak sedikit kesalahan dan kelalaian dalam mendidik anak telah menjadi fenomena yang nyata. Sungguh merupakan malapetaka besar ; dan termasuk menghianati amanah Allah.

Adapun rumah, adalah sekolah pertama bagi anak. Kumpulan dari beberapa rumah itu akan membentuk sebuah bangunan masyarakat. Bagi seorang anak, sebelum mendapatkan pendidikan di sekolah dan masyarakat, ia akan mendapatkan pendidikan di rumah dan keluarganya. Ia merupakan prototype kedua orang tuanya dalam berinteraksi sosial. Oleh karena itu, disinilah peran dan tanggung jawab orang tua, dituntut untuk tidak lalai dalam mendidik anak-anak.
Meskipun banyak orang tua yang mengetahui, bahwa mendidik anak merupakan tanggung jawab yang besar, tetapi masih banyak orang tua yang lalai dan menganggap remeh masalah ini. Sehingga mengabaikan masalah pendidikan anak ini, sedikitpun tidak menaruh perhatian terhadap perkembangan anak-anaknya.

Baru kemudian, ketika anak-anak berbuat durhaka, melawan orang tua, atau menyimpang dari aturan agama dan tatanan sosial, banyak orang tua mulai kebakaran jenggot atau justru menyalahkan anaknya. Tragisnya, banyak yang tidak sadar, bahwa sebenarnya orang tuanyalah yang menjadi penyebab utama munculnya sikap durhaka itu.

Berikut ini sepuluh bentuk kesalahan yang sering dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya :

1. Menumbuhkan Rasa Takut Dan Minder Pada Anak
Kadang, ketika anak menangis, kita menakut-nakuti mereka agar berhenti menangis. Kita takuti mereka dengan gambaran hantu, jin, suara angin dan lain-lain. Dampaknya, anak akan tumbuh menjadi seorang penakut : Takut pada bayangannya sendiri, takut pada sesuatu yang sebenarnya tidak perlu ditakuti. Misalnya takut ke kamar mandi sendiri, takut tidur sendiri karena seringnya mendengar cerita-cerita tentang hantu, jin dan lain-lain.
Dan yang paling parah tanpa disadari, kita telah menanamkan rasa takut kepada dirinya sendiri. Atau misalnya, kita khawatir ketika mereka jatuh dan ada darah di wajahnya, tangan atau lututnya. Padahal semestinya, kita bersikap tenang dan menampakkan senyuman menghadapi ketakutan anak tersebut. Bukannya justru menakut-nakutinya, menampar wajahnya, atau memarahinya serta membesar-besarkan masalah. Akibatnya, anak-anak semakin keras tangisnya, dan akan terbiasa menjadi takut apabila melihat darah atau merasa sakit.

2. Mendidiknya Menjadi Sombong, Panjang Lidah, Congkak Terhadap Orang Lain. Dan Itu Dianggap Sebagai Sikap Pemberani.
Kesalahan ini merupakan kebalikan point pertama. Yang benar ialah bersikap tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak dikurang-kurangi. Berani tidak harus dengan bersikap sombong atau congkak kepada orang lain. Tetapi, sikap berani yang selaras tempatnya dan rasa takut apabila memang sesuatu itu harus ditakuti. Misalnya : takut berbohong, karena ia tahu, jika Allah tidak suka kepada anak yang suka berbohong, atau rasa takut kepada binatang buas yang membahayakan. Kita didik anak kita untuk berani dan tidak takut dalam mengamalkan kebenaran.

3. Membiasakan Anak-Anak Hidup Berfoya-foya, Bermewah-mewah Dan Sombong.
Dengan kebiasaan ini, sang anak bisa tumbuh menjadi anak yang suka kemewahan, suka bersenang-senang. Hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak peduli terhadap keadaan orang lain. Mendidik anak seperti ini dapat merusak fitrah, membunuh sikap istiqomah dalam bersikap zuhud di dunia, membinasakah muru’ah (harga diri) dan kebenaran.

4. Selalu Memenuhi Permintaan Anak
Sebagian orang tua ada yang selalu memberi setiap yang diinginkan anaknya, tanpa memikirkan baik dan buruknya bagi anak. Padahal, tidak setiap yang diinginkan anaknya itu bermanfaat atau sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Misalnya si anak minta tas baru yang sedang trend, padahal baru sebulan yang lalu orang tua membelikannya tas baru. Hal ini hanya akan menghambur-hamburkan uang. Kalau anak terbiasa terpenuhi segala permintaanya, maka mereka akan tumbuh menjadi anak yang tidak peduli pada nilai uang dan beratnya mencari nafkah. Serta mereka akan menjadi orang yang tidak bisa membelanjakan uangnya dengan baik.

5. Selalu Memenuhi Permintaan Anak, Ketika Menangis, Terutama Anak Yang Masih Kecil.
Sering terjadi, anak kita yang masih kecil minta sesuatu. Jika kita menolaknya karena suatu alasan, ia akan memaksa atau mengeluarkan senjatanya, yaitu menangis. Akhirnya, orang tua akan segera memenuhi permintaannya karena kasihan atau agar anak segera berhenti menangis. Hal ini dapat menyebabkan sang anak menjadi lemah, cengeng dan tidak punya jati diri.

6. Terlalu Keras Dan Kaku Dalam Menghadapi Mereka, Melebihi Batas Kewajaran.
Misalnya dengan memukul mereka hingga memar, memarahinya dengan bentakan dan cacian, ataupun dengan cara-cara keras lainnya. Ini kadang terjadi ketika sang anak sengaja berbuat salah. Padahal ia (mungkin) baru sekali melakukannya.

7. Terlalu Pelit Pada Anak-Anak, Melebihi Batas Kewajaran
Ada juga orang tua yang terlalu pelit kepada anak-anaknya, hingga anak-anaknya merasa kurang terpenuhi kebutuhannya. Pada akhirnya mendorong anak-anak itu untuk mencari uang sendiri dengan bebagai cara. Misalnya : dengan mencuri, meminta-minta pada orang lain, atau dengan cara lain. Yang lebih parah lagi, ada orang tua yang tega menitipkan anaknya ke panti asuhan untuk mengurangi beban dirinya. Bahkan, ada pula yang tega menjual anaknya, karena merasa tidak mampu membiayai hidup. Naa’udzubillah mindzalik

8. Tidak Mengasihi Dan Menyayangi Mereka, Sehingga Membuat Mereka Mencari Kasih Sayang Diluar Rumah Hingga Menemukan Yang Dicarinya.
Fenomena demikian ini banyak terjadi. Telah menyebabkan anak-anak terjerumus ke dalam pergaulan bebas –waiyadzubillah-. Seorang anak perempuan misalnya, karena tidak mendapat perhatian dari keluarganya ia mencari perhatian dari laki-laki di luar lingkungan keluarganya. Dia merasa senang mendapatkan perhatian dari laki-laki itu, karena sering memujinya, merayu dan sebagainya. Hingga ia rela menyerahkan kehormatannya demi cinta semu.

9. Hanya Memperhatikan Kebutuhan Jasmaninya Saja.
Banyak orang tua yang mengira, bahwa mereka telah memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Banyak orang tua merasa telah memberikan pendidikan yang baik, makanan dan minuman yang bergizi, pakaian yang bagus dan sekolah yang berkualitas. Sementara itu, tidak ada upaya untuk mendidik anak-anaknya agar beragama secara benar serta berakhlak mulia. Orang tua lupa, bahwa anak tidak cukup hanya diberi materi saja. Anak-anak juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Bila kasih sayang tidak di dapatkan dirumahnya, maka ia akan mencarinya dari orang lain.

10. Terlalu Berprasangka Baik Kepada Anak-Anaknya
Ada sebagian orang tua yang selalu berprasangka baik kepada anak-anaknya. Menyangka, bila anak-anaknya baik-baik saja dan merasa tidak perlu ada yang dikhawatirkan, tidak pernah mengecek keadaan anak-anaknya, tidak mengenal teman dekat anaknya, atau apa saja aktifitasnya. Sangat percaya kepada anak-anaknya. Ketika tiba-tiba, mendapati anaknya terkena musibah atau gejala menyimpang, misalnya terkena narkoba, barulah orang tua tersentak kaget. Berusaha menutup-nutupinya serta segera memaafkannya. Akhirnya yang tersisa hanyalan penyesalan tak berguna.   Emang y bun mendidik anak itu ga mudah kita harus pinter2 n tau karakter anak jg. Kita jg harus bs jadi contoh buat si kecil,seperti kata bunda rista anak kita adalah cermin kita. Mg2 infonya bermanfaat.
   
 page  1  2 3 Next
atau login dengan Facebook Anda