bunda2.. ini ada artikel yg bisa membantu bunda yg sdg bingung ttg sekolah bayi itu penting ga sih?? heheheh
======================================
Minggu, 12 Mei 2002
Ketika Bayi dan Bocah Harus Sekolah
Kompas/frans sartono
ISABEL, bocah sembilan bulan yang giginya baru tumbuh dua biji itu sudah "bersekolah". Bayi yang
belum dapat berjalan itu digendong sang ibu untuk mengikuti Gymbaby, program dari Gymboree, sebuah kelompok bermain di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Di sana, bocah imut-imut itu sudah dibiasakan mengucap "kiss bye!"
Isabel hanyalah salah seorang dari ribuan bocah usia balita di Jakarta yang ramai-ramai dibawa orangtua ke taman bermain atau play group yang kini makin meriah di Jakarta. Tamara Bleszinsky, Ayu Azhari, Diah Permatasari, Rina Gunawan, Iis Dahlia, atau mantan model Larasati yang kini atlet berkuda itu, hanyalah sebagain dari mereka yang mengajak anak ke taman bermain.
Ada sejumlah harapan yang tersimpan di benak para orangtua. Ada yang sekadar supaya si anak dapat segera berjalan. Ada pula yang ingin anak mereka terbiasa berbahasa Inggris. Atau bahkan, kata salah seorang ibu di atas, agar si bocah "siap melihat masa depan."
Namun, rata-rata orangtua itu menginginkan agar anak mereka dapat, istilah mereka, bersosialisasi dengan lingkungan. Bahasa sederhananya mungkin tumbuh wajar sebagai anak-anak.
"Saya tidak memaksakan anak saya untuk dapat membaca atau menulis. Saya membutuhkan dia memiliki kemampuan sosialisasi. Saya perlu dia tidak menjadi raja kecil di rumah, tapi agar dia juga menyadari adanya raja-raja yang lain di sekolah," kata Tamara yang mengirim anaknya, Teuku Rsya Islamei Pasya (3) di taman bermain High Scope, Pondok Indah.
Ibu-ibu lain seperti Rina Gunawan (28) atau Iis Dahlia (27) yang kebetulan bergerak di jagat hiburan, mempunyai harapan lain. Antara lain, agar anak mereka mengenal bahasa Inggris di usia dini. Asal tahu saja, banyak di antara sekolah tersebut memang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Bahkan, ada pula yang memang dirancang untuk memberi kemampuan anak berbahasa Inggris sejak dini. Ada yang menggunakan penutur asli.
Jangan heran jika anak penyanyi dangdut Iis Dahlia, atau pemain sinetron Diah Permatasari, sudah merdu ber-cas-cis cus Inggris. Setidaknya mereka dapat mengucap percakapan dasar meski kadang bercampur dengan bahasa Indonesia. Diah, pemeran Si Manis Jembatan Ancol dulu itu, misalnya, mengatakan Marcello (3) putranya yang sekolah di Kinderlands, Pulomas, Jakarta Timur, berbicara campur aduk. "Mama dinosaurus itu is dead."
Rupanya ada persoalan lain yang diungkap banyak orangtua, yaitu soal pergaulan dengan lingkungan sebaya. Mereka kebanyakan tinggal di kompleks perumahan atau malah ada yang di apartemen. Ditambah lagi, mereka adalah para orang sibuk yang tidak setiap saat dapat menemani sang anak bermain. Diah, misalnya, dulu cuma sempat mengeloni anaknya menjelang tidur.
Kompas/dody wisnu pribadi
Begitu sibuknya, Iis Dahlia yang masih menjanda itu sampai mengajak anaknya, Salsadilla Juwita (4), ke arena show dangdut. "Dia sering ikut saya sehingga dia lebih dekat ke komunitas ibunya. Saya daftarkan dia ke Whiston supaya dia berada di komunitas teman sebaya," kata Iis yang tinggal di Permata Puri, Cibubur.
Problem sepi kawan bergaul anak di rumah menjadi alasan Rina Gunawan untuk mencari-cari taman bermain. Presenter acara Campur-Campur di ANteve ini mengincar taman bermain, terutama yang memberi pembiasaan berbahasa Inggris. Sebelumnya, putra Rina, Aqshal (4), didaftarkan di Kidsports, Pondok Indah. "Dia kurang gaul. Kalau diajak ke rumah kawan saya, dia nangis ketemu orang yang belum dikenal," kata Rina yang tinggal di kawasan Bukit Sentul.
***
MUNGKIN itulah mengapa di Jakarta kemudian makin banyak bermunculan taman bermain. Ada yang menyebut mereka dengan nama pre-school, play group, atau TK Mini. Intinya, semua itu adalah tempat kumpul bocah usia mulai enam bulan hingga empat tahun.
"Kampus bocah" itu kini mudah dicari di Jakarta, semisal Tumble Tots, Montesori, Ladybird Preschool and English Activity Center, Gracefields Kindergarten, Kinderland, Kidsports Family Fun & Fitness, Sunshine Pre school, Tutor Time, dan sederet nama-nama "keren" lain. Di antara mereka ada yang diselenggarakan dengan sistem wara laba, setidaknya berkaitan dengan lembaga sejenis di luar negeri. Sementara itu kelompok bermain lokal juga menjadi incaran orangtua. Tersebutlah Taman Bermain Kepompong, Kembang, Kartini, Tadikapuri, Kembang, TK Mini Pak Kasur, dan Mutiara Indonesia.
Lokasi taman bermain bisa di mana saja, namun kebanyakan tak jauh dari kompleks pemukiman kalangan menengah atas seperti Pondok Indah, Bintaro, Kelapa Gading, atau Pulomas. Ada juga yang menempati lantai dasar apartemen, bahkan sampai di mal. Jangan kaget jika jalan-jalan ke Mal Taman Anggrek atau Mal Ciputra di Jakarta Barat, Anda akan menjumpai taman bermain Tumble Tots yang terletak di antara gemerlap toko serba ada dan arena jajan. Namun, ada juga yang menempati areal tersendiri dan dirancang sebagai "sekolahan" seperti Kartini di Cilandak, atau Tutor Time di Pondok Indah. Ada yang menempati bekas rumah tinggal seperti TK Mini Pak Kasur di kawasan Menteng.
Di sanalah bocah-bocah balita diajak bermain. Kata para penyelenggara, si buyung dipersiapkan untuk menjadi anak yang penuh rasa percaya diri, mandiri, dan itu tadi, dapat bersosialisasi dengan lingkungan sebaya. Plus, mereka terbiasa dengan bahasa Inggris yang memang menjadi bahasa pengantar.
Tentu saja setiap kelompok bermain mempunyai program, metode, atau kurikulum berbeda-beda. Mereka juga menggunakan beragam piranti bermain untuk meyampaikan program. Kelompok bermain Amanda Montesori di kawasan Bintaro, misalnya, menerapkan metode untuk mendidik anak dalam usia dini dengan konsep learning by hand, belajar dari pengalaman, pembiasaan gerak tangan.
Montesori misalnya mempunyai piranti yang disebut cloth frame, alat berupa kotak kerangka berukuran 30 x 30 sentimeter. Kerangka tersebut dililiti kain, dilengkapi kancing dan ritsleting, serta dipasang tali. Alat peraga tersebut menurut Duna Uron, pengelola Amanda Montesori, digunakan untuk melatih koordinasi tangan untuk mengancing baju, memakai celana, dan mengenakan sepatu.
Alat peraga lain disiapkan untuk para bocah mengenal bentuk, warna, sampai matematika. Tentu saja, piranti tersebut dirancang untuk bocah yang telah berumur setidaknya dua-empat tahun. Bayi-bayi berumur enam sampai 12 bulan tentu belum mengerti apa itu tali sepatu. Maka metode dan alat lain pun diciptakan untuk mereka.
Bocah-bocah mungil di Gymboree, misalnya, disediakan permainan molly ball berupa bola bosar berdiamter sekitar satu meter.
Anak-anak dinaikkan di atas bola tersebut dan tentu masih dipegangi orangtua. Bola lalu digoyang-goyang sehingga sang anak ikut bergerak seturut gerakan bola. Menurut Yuliana Sutanto, Direktur Gymboree Play & Music yang berlokasi di Apartemen Bumimas, anak-anak yang lama bergabung dengan taman bermain itu memang menampakkan hasil, dibanding sebelum bergabung. Setidaknya menurut pengalaman artis Ayu Azhari yang mengirim anaknya, Atiq Soleman (3) ke Hansel & Gretel, di Pondok Indah. Selain rasa percaya diri yang bertambah, Atiq juga dapat makan tanpa disuapi. Dia juga sudah dapat buang air kecil tanpa bantuan orang lain.
"Dia juga sudah bisa baca. Dia memang lebih cepat dibanding kakaknya dulu," kata Ayu yang tinggal di apartemen di Jakarta Selatan. Demikian juga anak Iis Dahlia yang dulu menangis jika ketemu orang yang belum dikenal itu, kini katanya, malah berani memulai pembicaraan. Malah kadang dengan bahasa Inggris.
Pengalaman salah satu orangtua yang anaknya "disekolahkan" di Tumble Tots di Mal Ambasador tak jauh berbeda. Oni menyadari anaknya, Michael, kurang mendapat stimulasi sehingga pada usia tiga tahun belum bisa bicara. "Ternyata setelah saya masukkan ke taman bermain ini, dia bisa bicara dan jadi cerewet sekali," kata Oni.
***
BEGITULAH anak-anak bermain tak lagi di pelataran rumah atau di bawah semilir pohon. Mereka bermain di taman bermain, di taman bermain ber-AC, terprogram, dan kini telah menjadi semacam kebutuhan orangtua. Atlet berkuda Larasati misalnya, sudah mendaftarkan anaknya di Kepompong sejak si anak berusia empat bulan. "Itu pun saya dapat daftar tunggu urutan 83."
Apa boleh buat, taman bermain telah dianggap menjadi bagian dari tahapan pendidikan anak sebelum TK, SD, dan seterusnya. Mereka berharap anaknya akan lebih siap masuk TK. "Sekarang masuk TK kan pakai tes," kata Iis Dahlia.
Maka, mereka yang jeli melihat peluang kemudian membuka usaha taman bermain. Di antara mereka ada yang dikelola dengan sistem serupa wara laba dengan pemilik usaha di luar negeri. Amanda Montesori di Bintaro, meski menyandang nama serupa dengan lembaga pendidikan serupa yang berasal dari Inggris, namun tidak berbentuk wara laba. Setidaknya, pola usaha mereka tidak persis seperti, katakanlah, perusahaan ayam goreng dari Amerika yang merebak di mana-mana itu. Pengelola Amanda Montesori, seperti dituturkan Dina Uron, hanya diwajibkan mengikuti pelatihan lengkap, termasuk teori dan praktik di perwakilan Montesori.
Memang dimungkinkan calon pengelola sekolah Montesori untuk mengambil pelatihan di London, Malaysia, atau Thailand. Namun, di Kemang, Jakarta Selatan, orang pun dapat membekali diri dengan ilmu Montesori. Di Kemang memang terdapat perwakilan Montesori. "Saya lalu belanja paket dan alat peraga pendidikannya. Kemudian, saya baru meminta izin penyelenggaraan pendidikannya."
Gymboree yang digagas pada tahun 1976 oleh Joan Barnes, ibu dari California, mempunyai bentuk agak lain. Taman bermain yang mempunyai 450 cabang di 18 negara itu segala sesuatunya terkontrol oleh kantor pusat di Amerika. Dari metode, penataan ruang sampai alat-alat yang digunakan semuanya berada di bawah pengawasan pusat.
Misalnya, ada peraturan yang mengatur soal ukuran ruang berikut warna dinding. Ruang ukuran 80 meter persegi maksimal diharuskan menampung 11 anak.
Desain interior, piranti program baik letak maupun warna-warnanya, semuanya terkontrol dan dibuat standar dengan Gymboree di mana pun. "Dekorasi ruang kita di mana-mana sama. Alat-alat yang digunakan semuanya juga sama, dari Amerika. Jadi anak Indonesia yang datang ke Gymboree Malaysia atau negara mana pun akan sama saja," kata Direktur Gymboree.
Hal yang sama juga terjadi dengan Tutor Time yang induknya berada di Florida, AS. Menurut Melania Hamdan, Ketua Yayasan Pendidikan Indonesia Amerika, yang mengelola Tutor Time di Pondok Indah dan Kemang, Jakarta Selatan, taman bermain mereka dijalankan mengikuti standar yang ditentukan dari kantor induk. Ruangan dan alat-alat main harus dibersihkan dengan larutan desinfektan tertentu, alat-alat makan harus dicuci dan tidak boleh dikeringkan pakai lap, setiap tahun para fasilitator dan asistennya harus mengikuti pelatihan. Jumlah guru adalah satu untuk tiap enam murid dengan dua asisten, dan sederet lagi syarat yang akan dikontrol tiap tahun dari Florida.
Kompas/alif ichwan
Besar investasi membuka taman bermain memang beragam. Ada di antara mereka yang harus menyiapkan 80 ribu dollar AS. Separuh dari anggaran tersebut digunakan untuk piranti penunjang program yaitu 40 ribu dollar. Maka bayaran buat sekolah bocah itu juga bisa beragam, tergantung program dan fasilitas yang ditawarkan. Ada yang mulai dengan angka Rp 75.000 per bulan sampai Rp 10 juta per tahun. Montesori misalnya memungut biaya per tiga bulanan antara Rp 2.475.000-Rp 2.750.000. Itu belum termasuk uang pangkal Rp 3 juta. Ada juga yang menarik biaya dari 550-1.500 dollar AS per 10 minggu, tergantung jumlah hari anak ikut sekolah setiap minggunya.
Biaya memang relatif. Namun, tampaknya orangtua tidak akan hirau angka sejauh sang anak mendapat pendidikan yang baik. Seperti dikatakan Diah Permatasari, "Saya menomorsatukan kualitas pendidikan. Jadi semahal apa pun saya kejar. Saya tidak ingin anak saya terbelakang," kata Diah.
***
TENTU tidak semua kelompok bermain memasang tarif tinggi, terutama untuk kelompok bermain yang tidak ada hubungannya dengan wara laba. Seperti Kelompok Bermain Kembang yang didirikan dan sampai sekarang masih dipimpin Yaya Suwarso dan berlokasi di Jalan Selat Bangka, Kemang.
Kelompok bermain yang muridnya campuran antara anak-anak Indonesia dan anak-anak warga asing yang tinggal di daerah Kemang dan berdiri sejak tahun 1974 ini tetap menggunakan bahasa pengantar Indonesia secara umum. Di sini, penekanannya adalah pada pembiasaan kehidupan sehari-hari, seperti mencuci tangan sebelum makan, pergi ke toilet, sampai melatih motorik halus dan kasar. Ada kolam pasir di sana, ada alat panjat di dindingnya, selain bermain dengan alat-alat "tradisional" seperti lilin, krayon, dan menyusun balok kayu.
Ruangannya yang dibuat tanpa jendela menyebabkan angin semilir memasuki ruangan dengan bebas. "Pada fase balita, hasil tidak menjadi tujuan belajar. Kategorisasi hasil kerja anak misalnya bagus atau jelek, dihindarkan demi merangsang kreativitas anak. Tekanan pengajaran adalah pada kepuasan anak yang tertentu berbeda derajatnya pada setiap anak," tutur Yaya yang tidak menerapkan suatu metode tertentu karena pengalamannya menunjukkan setiap metode memiliki keunggulan yang berbeda-beda.
Begitu juga suasana di TK Mini Pak Kasur di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, yang berdiri sejak tahun 1958. Meskipun ruangan diberi pendingin ruangan, suasananya jauh dari mewah. Menurut Bu Kasur, TK pimpinannya memang tidak mendahulukan penampilan, tetapi kualitas pendidikan. "Kalau kami mengejar penampilan, maka biaya yang harus kami keluarkan akan besar sekali. Tidak saja untuk modal awal, tetapi juga untuk biaya perawatan sesudahnya," tutur Bu Kasur yang bernama asli Sandyah ini.
Meskipun tidak mewah, nama besar Pak Kasur (almarhum) dan Bu Kasur (76) sebagai tokoh pendidik anak-anak, menjadi daya tarik orangtua memasukkan anaknya ke TK Mini Pak Kasur. Selain di Cikini, TK ini juga ada di Pasar Minggu, Cipinang Indah, Kemang Pratama, dan Banjarwijaya (Tangerang). Selain itu, uang pangkalnya "hanya" Rp 1 juta-Rp 1,5 juta, sementara uang sekolahnya antara Rp 50.000-Rp 75.000 per bulan.
"Pak Kasur sangat menekankan pendidikan tidak boleh diperdagangkan. Kalau bisa, kita bahkan membantu. Segala kesulitan itu bisa dikomunikasikan. Bila kita mengelola sekolah dengan transparan tentu orangtua dan guru mau mengerti dan membantu mengatasinya," kata Bu Kasur. (ARN/ODY/XAR/NMP)
Design By KCM
Copyright © 2002 Harian KOMPAS
============================================
gimana ???